
Dulu, Tuti Sempat Ngedrop Sakit karena Ingin Melanjutkan Sekolah
[ Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat ]
BWA - Indonesia Belajar. Bisa kuliah ke perguruan tinggi merupakan prestasi besar bagi Tuti Nurhayati. Bila tidak menyadari pentingnya pendidikan, mungkin gadis semester lima Fakultas Pendidikan Guru Raudhatul Athfal (PGRA) hanya sekolah sampai tamat SMP saja. Hal itu Karena ayahanda Amin (63 tahun) dan ibunda Jua (54 tahun) hanya berpenghasilan kecil sebagai buruh tani.
Tuti Nurhayati (23 tahun) sedang mengajar TK-A di salah satu Ponpes Tahfiz Quran di bilangan Ciputat.
“Hati sempat tidak bisa menerima semua itu, dulu, saya sempat ngedrop sakit karena ingin sekolah,” beber gadis 23 tahun yang kini tinggal di bilangan Pasar Jum’at, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. “Setiap pagi, hanya derai air mata yang terjadi, seolah ingin rasanya kaki ini berlari mengikuti gerak langkah bersama mereka menuju sekolah, tapi semua itu hanyalah angan semata,” kenang anak keenam dari sepuluh bersaudara.
Karena kepandaiannya mengaji, Tuti diajak tetangga mengajar di sebuah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang baru didirikan. Meski tak digaji, ia tetap menerimanya dengan lapang dada. “Yang penting mereka bisa baca, mengaji, menulis dan berhitung, semua itu kami adakan secara gratis,” akunya.
Di tengah perjalanan mengajar, Tuti pun memaksakan diri ikut sekolah Paket C (setara SMA). Satu tahun berjalan, Tuti diperbolehkan ikut ujian dan dinyatakan lulus Ujian Paket C di SMAN 2 Garut.
Berbekal ijazah Paket C dan pengalamannya mengajar, Tuti mendapatkan panggilan mengajar di salah satu ponpes tahfidz Quran di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Setelah dites, Tuti bukan hanya layak jadi guru bahkan dipercaya menjadi wali kelas TK-A, dan diminta langsung mengajar esok harinya.
Tiga bulan kemudian, pimpinan pondok memintanya untuk melanjutkan kuliah agar memenuhi persyaratan menjadi guru. “Kuliah yang ada di pikran saya itu hanya untuk orang-orang berada saja, dengan bermodal nekat saya memberanikan diri kuliah jurusan PGRA,” ujarnya.
Namun tak seperti teman-temannya yang selalu dikirimi uang oleh keluarganya, Tuti menyicil kuliah dari gaji ngajar. Hanya saja kemampuan Tuti yang penghasilannya masih minim tersebut tidak dapat menutupi biaya kuliahnya. Apalagi biaya semester berikutnya lebih besar karena sudah mulai membeli ini itu untuk keperluan menyusun skripsi.
Untuk meringankan beban Tuti, melalui program Indonesia Belajar (IB), Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) mengajak kaum Muslimin berdonasi. Sehingga Tuti lulus jadi sarjana dan kita semua mendapat pahala berlipat ganda karena telah membantu sesama. Aamiin.[]
Donasi yang dibutuhkan : Rp. 11.450.000,- ( Tunggakan biaya kuliah semester 5, UAS, UKS, PPL)
Partner lapangan : Weli Kurniawan